Labels

Rabu, 03 Agustus 2011

MOTIVASI KEIMANAN

Ramadhan memang bulan yang luar biasa. Di bulan ini Allah melipat gandakan pahala melebihi bulan yang lain sebagaimana disabdakan Rasulullah saat beliau berkhutbah di akhir sya’ban :
مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ
Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan satu kebajikan, maka sebanding dengan orang yang melaksanakan amalan wajib di bulan yang lain. Dan, barangsiapa yang melaksanakan kewajiban di dalamnya, maka hal itu seperti orang yang melaksanakan tujuh puluh kewajiban di pada bulan lain.

Ramadhan juga bulan dimana Allah menjadikan permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan bagian akhirnya adalah pembebas dari api neraka.
وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
Memberi makan orang yang berpuasa untuk berbuka juga akan mendatangkan ampunan dan pahala sebagaimana orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa.
مَنْ فَطَرَ فِيْهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ، وَكاَنَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ
Bahkan Ramadhan juga bulan dimana diberikan keluasaan, dan bulan ditambahkannya rizki orang-orang yang beriman.
وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ، وَشَهْرٌ يَزْدَادُ فِيْهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ
Di dalamnya juga terdapat malam yang lebih baik dari pada seribu bulan dan masih banyak sekali karunia yang diberikan Allah di dalam bulan Ramadhan.
Pertanyaannya kemudian mengapa kita masih menyaksikan saudara-saudara kita yang mengaku beriman tidak bersuka cita dengan hadirnya Ramadhan. Jangankan mengisinya dengan memperbanyak ketaatan, bahkan berpuasa saja tidak. Kita masih menjumpai pada siang hari di jalan-jalan orang yang kita kenal sebagai muslim namun dengan rokok bahkan duduk di pinggir jalan sambil makan.
Mengapa pahala dan ampunan Allah tidak menggiurkan hati mereka?
Hal ini akan segera terjawab bila kita merenungi kembali ayat sudah berulang-ulang kita baca yaitu surat Al-Baqarah ayat 183 di mana di sana Allah berfirman :
َيَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas umat-umat sebelum kamu, agar kamu bertakwa."
Dalam ayat ini Allah mengawali dengan seruan “yaa ayuhalladzina amanu” (Hai orang-orang beriman). Artinya Allah menghendaki agar motivasi keimananlah yang melandasi pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Yaitu motivasi yang lahir dari keyakinan yang penuh kepada Allah yang maha berkuasa atas segala sesuatu, yang menghidupkan dan mematikan. Keyakinan akan adanya hari perhitungan dan pembalasan.
Keyakinan yang teguh sebagimana dimiliki para sahabat akan menjadi daya (kekuatan) yang mendorong seseorang untuk melaksanakan ketaatan bahkan rela menanggung segala resiko. Kekuatan iman semacam ini yang membuat Bilal bin Rabbah rela menanggung dan berani menhadapi siksaan dari tuannya yang tak rela dirinya beriman kepada Allah dan RasulNya. Dorogan keimanan seperti ini yang mendorong Mus’ab bin Umair rela meninggalkan kehidupan mewah bersama ibunya yang memilih kekafiran untuk hidup sederhana bersama Rasulullah. Bahkan ketika meninggal, kain yang digunakan untuk menutup jenazahnya tidak mencukupi, bila kepalanya ditutup kakinya terlihat, bila kakinya ditutup kepalanya terlihat. Motivasi keimanan itu pula yang menggerakan Utsman bin Affan menafkahkan ribuan unta yang punggungnya penuh bahan makanan di saat paceklik.
Tetapi itulah kekuatan iman yang mendorong generasi awal ummat ini mau berjuang sedemikian hingga Islam menyinari seluruh penjuru bumi. Termasuk bisa masuk ke negeri kita sedemikian hingga sampai kepada kita.
Bila keimanan itu masih lemah tentu tidak akan mampu menggerakkan hati seseorang untuk melakukan ketaatan. Ibarat batere yang dayanya sudah lemah maka tak akan mampu menghidupkan barang elektronika seperti ponsel atau radio. Bagaimana mungkin seseorang akan tertarik kepada ampunan yang dijanjikan Allah sementara dia tidak meyakini dirinya telah melakukan kesalahan atau tidak meyakini bahwa dirinya akan dimintai pertanggung jawaban? Bagaimana mungkin seseorang tergerak untuk hatinya oleh janji pahala yang berlipat ganda bila yang bersangkutan sendiri tidak yakin bahwa dirinya akan dibangkitkan kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar